Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam menjalani kehidupannya tidak akan pernah terlepas dari hubungan manusia dengan manusia lainnya. Dalam ajaran agama Islam hubungan sosial ini diatur sedemikian rupa melalui firman Allah SWT yang terkandung dalam Al-Qur’an dan sabda Nabi Muhammad SAW yang dikenal dengan Hadits.
Dalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat yang mejelaskan hubungan sosial tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa manusia dituntut untuk bisa berhubungan baik antar sesama. Sebagaimana halnya Rasulullah SAW diutus ke dunia menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Melihat kondisi sosial ekonomi kemasyarakatan sekarang nampaknya ada ketidakseimbangan antara yang kaya dengan yang miskin. Sehingga hal tersebut bisa menimbulkan kesenjangan sosial di masyarakat. Bagaimana Islam mengatur hal demikian? Hal inilah yang akan kami bahas pada kesempatan kali ini.
A. Teks dan Terjemah Ayat
الَّذِينَ يَبْخَلُونَ وَيَأْمُرُونَ
النَّاسَ بِالْبُخْلِ وَيَكْتُمُونَ مَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ
وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir dan menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka. Dan kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir siksa yang menghinakan.” (Q.S. An-Nisa Ayat 37)
B. Asbaabun Nuzul
Ibnu Jarir mengetengahkan dari jalur Ibnu Ishak dari Muhammad bin Abu
Muhammad dari Ikrimah atau Said dari Ibnu Abbas, katanya, "Kardum bin
Zaid yakni sekutu dari Ka'ab bin Asyraf, bersama Usamah bin Habib, Nafi'
bin Abu Nafi', Bahri bin Amr, Huyay bin Akhtab dan Rifa'ah bin Zaid bin
Tabut datang kepada beberapa lelaki Ansar memberi mereka nasihat, kata
mereka, 'Jangan belanjakan harta kalian. Kami khawatir kalian akan
ditimpa kemiskinan habisnya harta itu. Dan jangan buru-buru mengeluarkan
nafkah, karena kalian tidak tahu apa yang akan terjadi!' Maka Allah
swt. pun menurunkan mengenai mereka ini, "Yaitu orang-orang yang kikir
dan menyuruh manusia bersifat kikir...' sampai dengan firman-Nya, 'dan
Allah Maha Mengetahui keadaan mereka.'" (Q.S. An-Nisa 37-39)[1]
C. Penafsiran Para Mufassir
1. Tafsir Jalalain
(Orang-orang yang) menjadi mubtada (kikir) mengeluarkan apa yang wajib
mereka keluarkan (dan menyuruh manusia supaya kikir pula) dengannya
(serta menyembunyikan karunia yang telah diberikan Allah kepada mereka)
berupa ilmu maupun harta, dan mereka ini ialah orang-orang Yahudi
sedangkan yang menjadi khabar mubtadanya ialah: bagi mereka ancaman
dahsyat (dan Kami sediakan bagi orang-orang yang kafir) terhadap hal itu
dan hal-hal lainnya (siksa yang menghinakan).[2]
2. Tafsir Ibnu Katsir
Allah Swt mencela orang-orang yang kikir dengan harta benda mereka,
tidak mau menginfakkannya untuk keperluan hal-hal yang diperintahkan
oleh Allah, seperti berbakti kepada kedua orang tua, berbuat kebajikan
kepada kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga
dekat, tetangga jauh dan teman sejawat, ibnu sabil, serta hamba sahaya
yang mereka miliki. Mereka tidak mau membayar hak Allah yang ada pada
harta mereka, bahkan mereka menganjurkan orang lain untuk bersikap
kikir.
Orang yang kikir adalah orang yang ingkar kepada nikmat Allah; nikmat Allah tidak tampak pada dirinya, tidak kelihatan pada makanan, pakaian, tidak pula pada pemberian dan sumbangan.
Al-Kufru artinya menutupi dan menyembunyikan; orang yang kikir menutupi nikmat Allah yang diberikan kepadanya, lalu ia sembunyikan dan ia ingkari, maka dia kafir terhadap nikmat Allah yang telah diberikan kepadanya.[3]
3. Tafsir Al-Misbah
Ayat ini dipahami sebagai penjelas sifat kelompok lain yang tidak
disenangi oleh Allah SWT. Kalau pada ayat 36 dinyatakan bahwa Allah
tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri, maka ayat ini
menyatakan bahwa Allah juga tidak senang kepada mereka yang
terus-menerus berlaku kikir. Dan lebih dari itu, mereka tidak hanya
kikir tetapi juga terus-menerus menyuruh orang lain berbuat kikir, baik
dengan ucapan mereka menghalangi kedermawanan maupun keteladanan buruk
dalam memberi sumbangan yang kecil, bahkan tidak memberi sama sekali,
dan terus-menerus menyembunyikan apa yang telah dianugerahkan Allah
kepada mereka dari anugerah-Nya.[4]
4. Tafsir Muntakhab
Mereka adalah orang-orang yang di samping sombong dan membanggakan diri,
kikir dengan hartanya, menjauhi sesama manusia, dan mengajak orang lain
untuk berbuat kikir seperti mereka. Mereka menganggap kecil karunia
yang telah diberikan Allah kepadanya, suatu anggapan yang tidak ada
manfaatnya sama sekali bagi mereka dan juga bagi orang lain. Bagi
orang-orang yang mengingkari nikmat seperti mereka, Kami sediakan siksa
yang menyakitkan dan merendahkan.[5]
5. Tafsir Al-Muyassar Mereka yang kikir dengan menahan rizki yang Allah berikan kepada mereka dan menganjurkan orang lain untuk berlaku kikir, mengingkari nikmat Allah serta menyembunyikan kelebihan dan karunia yang Allah berikan padanya, Kami siapkan bagi mereka azab yang pedih.[6]
D. Analisis Isi Kandungan Surat An-Nisa Ayat 37
Dalam surat An-Nisa ayat 37 setidaknya ada tiga hal yang tidak disenangi
Allah SWT, yakni berperilaku kikir, menyuruh orang lain berbuat kikir,
dan menyembunyikan karunia yang telah Allah berikan. Hal tersebut lebih
dipertegas di akhir ayat bahwasannya bagi orang-orang yang kafir adalah
siksa yang menghinakan.
Kata kāfir memiliki akar kata K-F-R yang berasal dari kata kufur yang berarti menutup. Pada zaman sebelum datangnya Agama Islam, istilah tersebut digunakan untuk para petani yang sedang menanam benih di ladang, kemudian menutup (mengubur) dengan tanah. Sehingga kalimat kāfir bisa dimplikasikan menjadi "seseorang yang bersembunyi atau menutup diri". Dengan demikian kata kafir menyiratkan arti seseorang yang bersembunyi atau menutup diri.[7]
Sesuai dengan pengertian kafir menurut bahasa yang berasal dari kata kufur yang berarti menutup, maka kafir dalam surat An-Nisa ayat 37 tersebut ditujukan kepada orang yang menutup dirinya dari sikap dermawan, menutup dirinya dari menasihati orang lain dalam hal kebaikan, dan menutup dirinya dari karunia yang telah diberikan Allah.
Balasan bagi orang kikir lebih dipertegas di ayat lain yakni surat Ali-Imran ayat 180.
وَلا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ
بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ
لَهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلِلَّهِ
مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Perilaku tercela pada surat An-Nisa ayat 37 tentunya bertentangan dengan konsep tolong menolong (ta’awwun) dalam Islam. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Maaidah ayat dua:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”
Seyogianya golongan yang kuat itu menolong golongan yang lemah, baik dari segi harta, ilmu, tenaga, dan lain sebagainya. Yang kaya membantu yang miskin, yang pintar membantu yang bodoh, dan yang kuat membantu yang lemah. Sehingga terciptalah tatanan masyarakat yang sejahtera.
Wallahu a’lam bish-shawabi...
Referensi:
[1] Qsoft v.7.0.5
[2] Terjemah Tafsir Jalalain versi 2.0
[3] Terjemah Tafsir Ibnu Katsir versi lengkap
[4] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Lentera Hati: Ciputat, 2003), 420.
[5] Qsoft v.7.0.5
[6] SmartQuran Android Version
[7] https://id.wikipedia.org/wiki/Kafir
loading...
EmoticonEmoticon