1. Pengertian al-Malik
Al-Malik secara umum diartikan dengan kata raja atau penguasa. Kata al-Malik terdiri dari huruf Mim Lam Kaf
yang rangkaiannya mengandung makna kekuatan dan Keshahihan. Kata
al-Malik di dalam al-Qur’an terulang sebanyak lima kali dan biasanya
diartikan dengan arti raja. Dua dari ayat tersebut disandingkan kepada
kata al- Haq yang berarti pasti dan sempurna. Hal ini karena kerajaan
Allah Swt abadi dan sempurna tidak seperti kerajaan manusia. Hal ini
terlihat dalam firman Alllah Swt :
فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ
"Maka Maha Tinggi Allah, raja yang sebenar-benarnya" (QS. Thaha [20]:114)
فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ
"Maka Maha Tinggi Allah, raja yang sebenarnya" (QS. Al- Mu’minun[23]:116)
Imam al-Ghazali menyatakan kata al-Malik menunjukkan bahwa Allah Swt tidak membutuhkan kepada segala sesuatu melainkan segala sesuatu membutuhkan diriNya. Tidak hanya itu bahkan segala wujud yang ada di muka bumi ini bersumber darinya dan ia menjadi pemilik bagi seluruh wujud tersebut. Dengan demikian Allah Swt adalah raja sekaligus pemilik. Kepemilikan Allah Swt sangat berbeda dengan kepemilikan manusia. Kepemilikan manusia terbatas sementara kepemilikan Allah Swt tidak terbatas.
Sebagai misal bisa saja manusia memiliki mobil hanya saja dengan kepemilikannya tersebut ia memiliki keterbatasan. Tidak mungkin seseorang dengan senagaja menabrakan mobilnya. Sebab apabila ia melakukan hal ini, minimal kecaman akan ia peroleh karena manusia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Sementara ini tidak berlaku bagi Allah Swt karena Allah Swt tidak dimintakan pertanggungjawaban atas perbuatanNya. Allah Swt juga sebagai raja. Raja berarti Dzat yang memiliki hak mengatur terhadap diriNya maupun sosok lain dengan kekuatan dan kekuasaannya. Manusia bisa saja menjadi raja tetapi tidak dapat menjadi raja yang mutlak karena hal tersebut hanya milik Allah Swt.
2. Meneladani Allah dengan sifat al-Malik
a. Manusia memiliki keterbatasan kepemilikan terhadap sesuatu.
Dengan asma Allah Swt al-Malik ini seharusnya manusia sadar bahwa
dirinya terbatas. Bukan hanya itu harta benda yang mereka miliki juga
terbatas, baik terbatas jumlahnya atau terbatas pemakaiannya. Manusia
hanya bisa memakai harta yang ia miliki di dunia saja. Demikian pula
kepemilikan yang ia miliki juga terbatas. Seseorang bisa saja memiliki
karyawan tetapi ia hanya dapat menguasai sisi lahiriah dari karyawannya
tersebut. Ia tidak dapat menguasai sisi bathinnya.
b. Pengendalian nafsu.
Dengan mengerti dan memahami sifat al-Malik dengan baik, seseorang dapat
menguasai hawa nafsunya. Godaan yang paling besar bagi manusia adalah
godaan hawa nafsu. Dalam sejarah, umat Islam pernah mengalami kekalahan
perang, yaitu dalam perang Uhud. Kekalahan tersebut terjadi karena
sebagian dari pasukan umat Islam tergoda dengan harta ghanimah atau
harta rampasan perang sehingga Allah Swt mengurangi kekuatan mereka dan
akhirnya mereka kalah di dalam perang. Saat itu seandainya umat Islam
tidak tergoda dengan harta rampasan perang yang ada dan menyakini bahwa
Allah Swt adalah Pemilik semuanya, niscaya pasukan umat Islam akan
menang.
c. Bersyukur terhadap nikmat Allah.
Mensyukuri nikmat Allah yang telah diberikan kapada manusia merupakan
bentuk pengamalan dari penghayatan seseorang terhadap asama Allah Swt
al-Malik. Seseorang akan sadar bahwa pemilik sebenarnya bagi segala
sesuatu adalah Allah Swt. Oleh karena itu ketika seseorang sudah
berusaha dengan maksimal lalu ia memperoleh rezeki, maka ia akan
mensyukuri rezeki itu. Ia tidak akan mengumpat atau mencaci orang lain
karena ia sadar bahwa Allah Swt adalah pemilik sejatinya.
Wallahu a’lam bish-shawabi...
Wallahu a’lam bish-shawabi...
loading...
EmoticonEmoticon