Gerakan
pembaruan di Indonesia merupakan salah satu contoh berkembangnya Islam di
Indonesia. Sejarah telah membuktikan bahwa tidak ada masyarakat yang statis,
semua pasti mengalami perubahan dan perkembangan.
Secara garis
besar ada dua bentuk gerakan pembaharuan Islam di Indonesia: (1) Gerakan
pendidikan dan sosial, (2) gerakan politik.
1. Gerakan
Pendidikan dan Sosial
Kaum pembaharu
memandang, betapa pentingnya pendidikan dalam membina dan membangun generasi
muda. Mereka memperkenalkan sistem pendidikan sekolah dengan kurikulum modern
untuk mengganti sistem pendidikan Islam tradisional seperti pesantren dan
surau. Melalui pendidikan pola pikir masyarakat dapat diubah secara bertahap.
Oleh sebab itu, mereka mendirikan lembaga pendidikan dan mengembangkan
organisasi sosial kemasyarakatan. Di antaranya sebagai berikut.
a. Sekolah
Thawalib
Sekolah ini
berasal dari surau jembatan besi. Surau berarti langgar atau masjid. Lembaga
pendidikan Surau berarti pengajian di Masjid, mirip dengan pesantren di Jawa.
Haji Abdullah Ahmad dan Haji Rasul pada tahun 1906 telah merintis perubahan
“sistem surau” menjadi sistem sekolah. Pada tahun 1919 Haji Jalaludin Hayib
menerapkan sistem kelas dengan lebih sempurna. Ia mengharuskan pemakaian bangku
dan meja, kurikulum yang lebih baik, dan kewajiban pelajar untuk membayar uang
sekolah. Selain itu kepada para pelajar pun diperkenalkan koperasi pelajar guna
memenuhi kebutuhan seharihari mereka. Koperasi ini berkembang menjadi
organisasi sosial yang menyantuni sekolah Thawalib dengan nama Sumatera
Thawalib. Sejak itu organisasi ini tidak lagi dipimpin oleh murid, tetapi oleh
para guru.
Pada tahun 1929
organisasi Thawalib memperluas keanggotaannya. Tidak hanya guru dan murid di
sekolah itu, melainkan juga para alumni. Selain itu, keanggotaan pun terbuka
bagi mereka yang bukan murid, guru, dan alumni atau mereka yang tidak memiliki
hubungan apapun dengan sekolah Thawalib. Organisasi Sumatera Thawalib
berkembang menjadi sebuah organisasi kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang
pendidikan dan sosial. Akhirnya organisasi Sumatera Thawalib berkembang menjadi
organisasi politik dengan nama Persatuan Muslimin Indonesia, disingkat Permi.
Permi merupakan partai Islam politik pertama di Indonesia. Asas Permi tergolong
modern. Bukan hanya Islam, tetapi juga Islam dan Nasionalis.
b. Jamiat Khair
Organisasi ini
didirikan di Jakarta oleh masyarakat Arab Indonesia pada tanggal 17 Juli 1905.
Di antara pendirinya adalah Sayid Muhammad Al- Fachir bin Syihab, Sayid Idrus
bin Ahmad bin Syihab, dan Sayid Sjehan bin Syihab. Semuanya termasuk golongan
sayyid, yaitu kaum ningrat atau bangsawan Arab.
Ada dua program
yang diperhatikan Jamiat Khair, mendirikan dan membina sekolah dasar, serta
menyeleksi dan mengirim para pelajar untuk mengikuti pendidikan di Turki.
Jamiat Khair tidak hanya menerima murid keturunan Arab, tetapi juga untuk umum.
Bahasa Belanda
tidak diajarkan karena bahasa penjajah, tetapi diganti dengan bahasa Inggris.
Dengan menguasai bahasa Inggris, para alumni lembaga pendidikan Jamiat Khair
diharapkan dapat mengikuti kemajuan zaman.
c. Al-Irsyad
Organisasi
sosial ini didirikan oleh kaum pedagang Arab di Jakarta. Al-Irsyad memusatkan
perhatiannya pada bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah dan perpustakaan.
Sekolah Al-Irsyad banyak jenisnya. Ada sekolah tingkat dasar, sekolah guru dan
program takhassus memperdalam agama dan bahasa asing. Cabang-cabang Al- Irsyad
segera dibuka di Cirebon, Pekalongan, Bumiayu, Tegal, Surabaya, dan Lawang.
Aktivitas
organisasi ini lebih dinamis daripada Jamiat Khair, walaupun keduanya sama-sama
didirikan oleh masyarakat Arab. Jika Jamiat Khair dikuasai oleh golongan sayyid
atau ningrat. Al-Irsyad sebaliknya, menolak adanya perbedaan atau diskriminasi
antara kaum elite dengan golongan alit (kecil).
Al-Irsyad tidak
dapat dipisahkan dengan Syaikh Ahmad Syoorkatti. Ia seorang Arab keturunan
Sudan yang menghembuskan semangat pembaruan dan persamaan dalam tubuh
Al-Irsyad.
d.
Persyarikatan Ulama
Organisasi
sosial kemasyarakatan ini semula bernama Hayatul Qulub, didirikan di
Majalengka, jawa Barat, oleh K.H. Abdul Halim pada tahun 1911. Kiai Halim
adalah alumni Timur Tengah. Ia menyerap ide-ide pembaruan yang dihembuskan oleh
Muhammad Abduh dan Jamaluddin al-Afghani, dua tokoh pembaruan di Mesir.
Hayatul Qulub
memusatkan perhatiannya pada bidang pendidikan, sosial dan ekonomi. Sejak 1917
namanya diubah menjadi Persyarikatan Ulama. Perubahan nama ini memiliki dua
tujuan, yaitu menyatukan para ulama dan mengajak mereka untuk menerapkan
cara-cara modern dalam mengelola pendidikan.
Ada dua sistem
pendidikan yang diperkenalkan Kiai Halim: “system madrasah” dengan “sistem
asrama”. Lembaga pendidikan dengan sistem madrasah dan sistem asrama diberi
nama “Santri Asromo”. Dibagi ke dalam tiga bagian: Tingkat permulaan, dasar,
dan lanjutan.
Santri Asromo
memiliki kelebihan, yaitu kurikulumnya memadukan pengetahuan agama dan umum
seperti pada sistem madrasah sekarang. Para pelajar Santri Asromo juga dilatih
dalam pertanian, keterampilan besi dan kayu, menenun dan mengolah bahan seperti
membuat sabun. Mereka tinggal di asrama dengan disiplin yang ketat.
Persyarikatan
Ulama memiliki ciri khas, mempertahankan tradisi bermazhab dalam fiqih; tetapi
menerapkan cara-cara modern dalam pendidikan. Pada tahun 1952 Persyarikatan
Ulama diubah menjadi Persatuan Umat Islam (PUI) setelah difusikan dengan
Al-Ittihad al- Islamiyah (AII) atau persatuan Islam. AII didirikan dan dipimpin
oleh K.H. Ahmad Sanusi yang berpusat di Sukabumi, Jawa Barat.
e. Nahdatul
Ulama (NU)
Dikalangan
pesantren dalam merespon kebangkitan nasional, membentuk organisasi pergerakan,
seperti Nahdatul Wa an (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada tahun
1918 mendirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan Nahdatul Fikri
(kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan
kaum santri. Dari Nah«atul Fikri kemudian mendirikan Nahdatut Tujjar,
(pergerakan kaum saudagar). Serikat ini dijadikan basis untuk memperbaiki
perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdatut Tujjar, maka Taswirul Afkar, selain
tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang
sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Perkembangan
selanjutnya, untuk membentuk organisasi yang lebih besar dan lebih sistematis,
serta mengantisipasi perkembangan zaman, maka setelah berkordinasi dengan
berbagai kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang
bernama Nahdatul Ulama (Kebangkitan Ulama).
Nahdatul Ulama
didirikan pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh
K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar. Untuk menegaskan prisip dasar
organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan kitab Qānμn Asāsi (prinsip
dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqād Ahlussunnah Wal Jamā’ah. Kedua
kitab tersebut kemudian diimplementasikan dalam khittah NU, yang dijadikan
sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang
sosial, keagamaan dan politik.
Organisasi ini
bertujuan untuk menegakkan ajaran Islam menurut paham kitab I'tiqād Ahlussunnah
Wal Jamā’ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk mencapai
tujuannya tersebut, NU menempuh berbagai jenis usaha di berbagai bidang, antara
lain sebagai berikut:
1) Di bidang
keagamaan, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan
yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.
2) Di bidang
pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam,
untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas. Hal
ini terbukti dengan lahirnya Lembaga-lembaga Pendidikan yang bernuansa NU dan
sudah tersebar di berbagai daerah khususnya di Pulau Jawa bahkan sudah memiliki
cabang di luar negeri.
3) Di bidang
sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai
dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
4) Di bidang
ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan,
dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat. Hal ini ditandai dengan
lahirnya BMT dan Badan Keuangan lain yang yang telah terbukti membantu
masyarakat.
5)
Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
f. Muhammadiyah
Organisasi ini
didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 oleh K.H. Ahmad Dahlan.
Kegiatan Muhammadiyah dipusatkan dalam bidang pendidikan, dakwah dan amal
sosial. Muhammadiyah mendirikan berbagai sekolah Islam ala Belanda, baik dalam
satuan pendidikan, jenjang maupun kurikulumnya. Muhammadiyah pun menerima
subsidi dari pemerintah Belanda.
Organisasi ini
sangat menekankan keseimbangan antara pendidikan agama dan pendidikan umum,
serta pendidikan keterampilan. Para alumni lembaga pendidikan Muhammadiyah
diharapkan memiliki aqidah Islam yang kuat, sekaligus memiliki keahlian untuk
hidup di zaman modern.
Dengan bekal
aqidah, pendidikan dan keterampilan yang baik, kaum muslimin dapat
mengembangkan kualitas hidup mereka sesuai dengan tuntutan ajaran al-Qur'an.
Bahkan sampai sekarang, Muhammadiyah merupakan ormas Islam besar yang memiliki
satuan-satuan pendidikan sejak dari Taman Kanak-kanak hingga Program Pasca
sarjana.
Dalam bidang
amal sosial, ormas Islam ini memiliki antara lain beberapa puluh rumah sakit,
Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) dan Panti Asuhan. Gerakan dakwah
Muhammadiyah sangat menekankan kemurnian aqidah; memerangi berbagai perbuatan
syirik, menyekutukan Allah Swt. dalam segala bentuknya; menentang takhayul;
khurafat; dan perbuatan bid’ah serta mengikis habis kebiasaan taqlid buta dalam
beragama. Muhammadiyah, menekankan pentingnya membuka pintu ijtihad dalam bidang
hukum Islam agar umat Islam terbebas dari taqlid buta serta menolak tradisi
bermazhab dalam fiqih. Muhammadiyah menolak kehidupan tasawuf yang hanya
mementingkan akhirat. Muhammadiyah sebagaimana umumnya kaum pembaharu,
menentang tarekat, karena penuh dengan perbuatan bid’ah.
Lahirnya
Jami’at Khair, al-Irsyad, Persyarikatan Ulama, Muhammadiyah yang bergerak di
bidang pembaharuan pendidikan dan dakwah tersebut dipicu oleh perkembangan baru
di bidang keagamaan. Agama harus fungsional dalam kehidupan, bukan hanya
sekedar tuntunan untuk kebahagiaan akhirat saja. Karena itu, agama harus
didukung oleh ilmu pengetahuan modern.
2. Gerakan
Politik
Islam tidak
dapat menerima penjajahan dalam segala bentuk. Perjuangan umat Islam dalam
mengusir penjajah sebelum abad dua puluh dilakukan dengan kekuatan senjata dan
bersifat kedaerahan.
Pada awal abad
dua puluh perjuangan itu dilakukan dengan mendirikan organisasi modern yang
bersifat nasional, baik ormas (organisasi social kemasyarakatan), maupun
orsospol (organisasi sosial politik). Melalui pendidikan, ormas memperjuangkan
kecerdasan bangsa agar sadar tentang hak dan kewajiban dalam memperjuangkan
kemerdekaan. Dengan orsospol, kaum muslimin memperjuangkan kepentingan golongan
Islam melalui saluran politik yang diakui pemerintah penjajah. Mereka misalnya
berjuang melalui parlemen Belanda yang disebut Volksraad.
Di antara
partai politik Islam yang tumbuh sebelum zaman kemerdekaan adalah Persaudaraan
Muslimin Indonesia (Permi), Sarikat Islam (SI), dan Partai Islam Indonesia (PII).
SI didirikan di Solo pada tanggal 11 November 1911 sebagai kelanjutan dari
Sarekat Dagang Islam (SDI) yang didirikan oleh Haji Samanhudi pada tanggal 16
Oktober 1905.
SI
kemudian berubah menjadi Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII). Partai Islam
Masyumi pada awal berdirinya merupakan satu-satunya partai politik Islam yang
diharapkan dapat memperjuangkan kepentingan seluruh golongan umat Islam dalam
negara modern yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Masyumi
merupakan partai federasi yang menampung semua golongan tradisional.
loading...
EmoticonEmoticon