Hukum asalnya semua isim adalah bertanwin sampai ada sebab lain yang menjadikan tanwinnya hilang seperti kemasukan alif dan lam atau menjadi idhafah (sandaran). Isim yang dilekati alif dan lam, maka tanwinnya wajib dihilangkan. Contohnya كِتَابٌ (buku). Ketika ada alif dan lam, maka wajib dibaca الكِتَابُ dengan dhammah saja, bukan dengan dhammatain seperti الكِتَابٌ . Sebaliknya, Kata كِتَابٌ ketika berdiri sendiri tanpa alif dan lam, maka wajib dibaca tanwin, dan tidak boleh hanya dhammah saja seperti كِتَابُ. Begitupun juga ketika kata كِتَابٌ menjadi idhafah (sandaran) seperti كِتَابُ زَيْدٍ (bukunya Zaid) maka tidak boleh dibaca tanwin seperti كِتَابٌ زَيْدٍ
Isim yang bisa bertanwin ini disebut dengan Isim Munsharif dan kebanyakan isim termasuk jenis ini. Contohnya: مَسْجِدٌ (masjid), بَابٌ (pintu), زَيْدٌ (Zaid), عَيْنٌ (mata), dan sebagainya. Namun ada beberapa isim yang tidak boleh bertanwin ketika berdiri sendiri, apalagi ketika kemasukan alif dan lam atau idhafah. Isim yang termasuk jenis ini disebut dengan isim ghairu munsharif.
Contohnya dalam Al Qur’an:
...وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ
رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا آمِنًا
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: “Ya Tuhanku, Jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa ….” (Al Baqarah: 126)
Bila kita periksa dalam seluruh ayat Al Qur’an yang mengandung nama Nabi “Ibrahim” maka akan kita dapati bahwa seluruhnya tidak bertanwin. Berbeda dengan Nabi Nuh, seluruhnya bertanwin, salah satu contohnya:
إِنَّا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ
كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَى نُوحٍ وَالنَّبِيِّينَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَوْحَيْنَا إِلَى
إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالأسْبَاطِ وَعِيسَى
وَأَيُّوبَ وَيُونُسَ وَهَارُونَ وَسُلَيْمَانَ وَآتَيْنَا دَاوُدَ زَبُورًا
“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma’il, Ishak, Ya’qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. dan Kami berikan Zabur kepada Daud.” (An Nisa: 163)
Perhatikanlah bahwa nama Nabi Nuh disebutkan dalam keadaan bertanwin, akan tetapi nama nabi-nabi lain yang disebutkan di atas mulai dari Nabi Ibrahim hingga Nabi Daud tidak ada satupun yang bertanwin. Ini dikarenakan nama nabi Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya’qub, Isa, Ayyub, Yunus, Harun, Sulaiman dan Daud termasuk isim ghairu munsharif, yaitu isim yang tidak boleh bertanwin. Selain tidak bertanwin, isim ghairu munsharif juga tidak menerima harakat kasrah. Oleh karena itu kata “ibrahim” pada ayat di atas tidak dibaca kasrah sekalipun didahului oleh huruf jar. Lalu apa saja isim yang tidak boleh bertanwin?
Selain tidak bertanwin, isim ghairu munsharif juga
tidak bisa berharakat kasrah.
Berikut ini beberapa kelompok isim yang tidak boleh bertanwin:
1. Seluruh nama wanita
Seluruh nama yang digunakan untuk wanita baik yang diakhiri dengan ta marbuthah seperti فَاطِمَةُ ,عاَئِشَةُ , خَدِﻳْﺠَةُ maupun tidak diakhiri ta marbuthah seperti زَيْنَبُ dan مَرْيَمُ. Khusus untuk nama wanita yang tersusun dari 3 huruf dan huruf di tengahnya berharakat sukun, maka boleh dibaca tanwin seperti هِنْدٌ.
2. Seluruh nama Laki-laki yang diakhiri ta marbuthah
Semua nama yang digunakan untuk laki-laki dan diakhiri dengan ta marbuthah seperti مُعَاوِيَةُ , أُسَامَةُُ.
2. Seluruh nama Laki-laki yang diakhiri ta marbuthah
Semua nama yang digunakan untuk laki-laki dan diakhiri dengan ta marbuthah seperti مُعَاوِيَةُ , أُسَامَةُُ.
3. Seluruh nama yang berasal dari non Arab yang hurufnya lebih dari 3 huruf
Nama-nama yang berasal bukan dari Bahasa Arab yang tersusun lebih dari 3 huruf seperti nama-nama Nabi pada contoh di Surat An Nisa: 163 di atas. Khusus untuk nama yang tidak berasal dari Bahasa Arab yang tersusun dari 3 huruf termasuk isim munsharif seperti نُوْحٌ dan لُوْطٌ
4. Seluruh nama yang berakhiran alif dan nun
Semua nama yang diakhiri alif dan nun ( ان ) seperti عَدْنَانُ , سُلَيْمَانُ , مَرْوَانُ.
5. Seluruh nama yang mengikuti wazan fi’il
Semua nama yang mengikuti wazan fi’il seperti أﺣْﻤَدُ dan يَزِيْدُ
6. Seluruh nama yang mengikuti wazan فُعَلُ
Semua nama yang polanya mengikuti wazan فُعَلُ seperti زُحَلُ dan عُمَرُ.
7. Seluruh kata sifat yang mengikuti wazan فَعْلاَنُ
Semua kata dalam bahasa arab yang polanya mengikuti wazan فَعْلاَنُ seperti عَطْشَانُ (haus), غَضْبَانُ (marah), dan جَوْعانُ (lapar).
8. Seluruh kata yang mengikuti wazan أَفْعَلُ
Semua kata yang polanya mengikuti wazan أَفْعَلُ seperti nama-nama warna dan isim tafdhil. Contohnya أَﺣْﻤَرَُ (merah), أَخْضَرُ (hijau), أَسْوَدُ (hitam), أَزْرَقَُ (biru), أَصْفَرَُ (kuning) , أَبْيَضُ (putih) dan أكْبَرُ (paling besar), أَفْضَلُ (paling utama), أَحْسَنُ (paling baik), أَبْعَدُ (paling jauh)
9. Seluruh kata yang mengikuti pola shigat muntahal jumu’
Shigat muntahal jumu’ adalah salah satu bentuk jamak dengan pola-pola khas seperti أَفَاعيْلُ، فَوَاعِلُ مَفَاعِلَُ dan sebagainya.
Contohnya أَنَاشِيْدُ (lagu-lagu), قَوَاعِدُ (kaidahkaidah), رَسَائِلُ (risalah-risalah), dan مَدَارِسُ (sekolah-sekolah).
10. Semua kata yang diakhiri alif ta’nits maqsurah dan mamdudah
Alif ta’nits adalah alif yang menjadi ciri muannats dari suatu kata. Misalkan أَخْضَرُ adalah bentuk mudzakkar. Bentuk muannatsnya adalah dengan diubah ke pola alifta’nits mamdudah menjadi خَضْراءُ. Semua kata yang diakhiri alif ta’nits baik yang maqsurah maupun mamdudah termasuk isim ghairu munsharif.
Contoh kata yang diakhiri alif ta’nits maqshurah:
عَطْشَى (haus), جَوْﻋَﻰ (lapar), سَلْمَى (nama wanita), ذِكْرَى (peringatan)
Contoh kata yang diakhiri alif ta’nits mamdudah:
خَضْراءُ (hijau), ﺣَﻤْرَاءُ (merah), بَيْضَاءُ (putih), سَوْدَاءُ (hitam), زَرْقَاءُ (biru), صَفْرَاءُ (Kuning), أَصْدِقَاءُ (teman-teman), شُعَرَاءُ (para penyair)
TANBIH (PERHATIAN)
Hukum asalnya isim ghairu munsharif itu majrurnya dengan fathah. Namun ada 2 keadaan yang menjadikan isim ghairu munsharif boleh berharakat kasrah ketika majrur:
1. Dilekati Al
Isim ghairu munsharif, khususnya yang bukan ma’rifat dari asalnya (nama), ketika dilekati Al, ia majrur dengan kasrah. Contohnya:
وَلا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
“Janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri´tikaf dalam masjid-masjid.” (Al Baqarah: 187)
2. Menjadi Mudhaf
Bila isim ghairu munsharif menjadi mudhaf (bukan mudhaf ilaih), ia juga majrur dengan kasrah. Contohnya:
لَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ
فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (At Tin: 4)
loading...
EmoticonEmoticon