Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 168.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا
فِي الأرْضِ حَلالا طَيِّبًا وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ
إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Artinya: "Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu."
Menurut Al-Maraghi, Ibn Abbas mengatakan bahwa: ayat ini turun berkenaan
dengan kaum yang terdiri dari Bani Saqif, Bani Amir bin Sa’sa’ah, dan
Khuza’ah. Mereka mengharamkan makanan menurut kemauan mereka sendiri,
memakan beberapa jenis binatang seperti “bahirah” yaitu unta betina yang
sudah beranak lima kali dan anak kelima itu jantan, lalu dibelah
telinganya, dan “wasilah” yaitu domba beranak dua ekor, satu jantan dan
satu betina, lalu anak yang jantan tidak boleh dimakan dan harus
diserahkan kepada berhala. Padahal Allah SW tidak mengaharamkan makanan
jenis binatang itu.
Menurut Prof. H.M. Hembing wijayakusuma, pakar pengobatan alternative
dan akupuntur, bahwa makanan yang halal dan sehat adalah dua hal yang
tidak dapat dipisahkan. Makanan yang halal akan mencerminkan jiwa yang
bersih. Pikiran dan jasmani yang segar menimbulkan ketentraman dan
kekhusyukan. Sebaliknya, setiap makanan yang telah diharamkan oleh Islam
mengandung bahaya, baik lahir maupun batin.
Dalam pandangannya, tidak ada makanan atau minuman yang dinyatakan haram
oleh Islam tiba-tiba dinyatakan sehat menurut organiasi kesehatan
dunia, WHO, yakni sehat itu berarti sehat jasmani, rohani, dan sosial.
Maka, pertimbangan penghalalan dan pengharaman dalam Islam pastilah
dengan melihat semua faktor tersebut.
Pendapat berbeda disampaikan oleh Prof. Dr. M. Quraish Shihab ketika
menafsirkan ayat di atas, bahwa tidak semua makanan yang halal otomatis
baik. Karena tidak semua yang halal sesuai dengan kondisi masing-masing.
Ada halal yang baik untuk si A yang memiliki kondisi kesehatan
tertentu, dan ada juga yang kurang baik untuknya, walaupun baik buat
yang lain. Ada makanan yang halal tapi tidak bergizi, dan ketika itu ia
menjadi kurang baik. Yang diperintahkan adalah yang halal lagi baik.
Makanan yang halal ialah makanan yang dibolehkan untuk dimakan menurut
ketentuan syariat Islam. Segala sesuatu baik berupa tumbuhan,
buah-buahan ataupun binatang pada dasarnya adalah halal untuk dimakan,
kecuali apabila ada nash Al-Qur’an atau hadits yang mengharamkannya. Ada
kemungkinan sesuatu itu menjadi haram Karena mengandung mudarat atau
bahaya bagi kehidupan manusia.
Dari ayat di atas jelaslah bahwa makanan yang dimakan oleh seorang muslim hendaknya memenuhi dua syarat, yaitu:
1. Halal, artinya diperbolehkan untuk dimakan dan tidak dilarang oleh hukum syariat.
2. Baik, artinya makanan itu bergizi dan bermanfaat untuk kesehatan.
Dengan demikian “halal” itu ditinjau dari Islam sedangkan “baik”
ditinjau dari ilmu kesehatan. Dalam Islam halalnya suatu makanan harus
meliputi tiga hal, yaitu:
1. Halal Karena zatnya
2. Halal cara mendapatkannya
3. Halal Karena proses atau cara pengolahannya
Dalam surah yang lain Allah berfirman.
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Artinya: " Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan" (Al-A'raf ayat 31).
Selain halal dan baik, ada syarat yang ketiga yaitu jangan berlebih-lebihan. Bagaimanapun halal dan baiknya suatu makanan namun jika dikonsumsi secara berlebihan maka tentunya hal itu tidak baik untuk keehatan.
Begitulah Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia di dunia, yang tentunya Al-Qur'an lah yang menjadi pedoman hidup umat manusia untuk senantiasa berjalan di atas jalan yang benar.
Wallahu a’lam bish-shawabi...
loading...
EmoticonEmoticon