Jumlah Fi’liyyah adalah kalimat yang diawali oleh fi’il dalam susunan kalimatnya. Dikarenakan dari sisi kebutuhannya pada objek, fi’il dibagi menjadi fi’il lazim (intransitif: tidak butuh objek) dan fi’il muta’addiy (transitif: butuh objek), maka pola jumlah fi’liyyah juga ada dua bentuk.
Pola Kalimat Fi’il Lazim
Fi’il + Fa’il
(Predikat + Subjek).
Contohnya kalimat “Zaid telah duduk”: جَلَسَ زَيْدٌ
Zaid sebagai subjek dan duduk sebagai predikat. Kata kerja (جَلَسَ) disebut lebih dulu dari pelaku (subjek).
Fi’il Lazim adalah fi’il yang tidak butuh objek (maf’ul bih). Oleh karena itu, dalam menyusun kalimat menggunakan fi’il lazim, kita cukup menyebut subjeknya (fa’il) saja setelah fi’il nya. Contohnya: قَامَ زَيْدٌ (Zaid telah berdiri) فَقُوْمُ زَيْدٌ (Zaid sedang berdiri). Kaidah yang berlaku untuk jumlah fi’liyyah dengan fi’il lazim adalah:
1. Fi’il harus sesuai jenisnya dengan fa’il. Bila fa’ilnya mudzakkar, maka fi’ilnya wajib mudzakkar. Sebaliknya jika fa’ilnya muannats, maka fi’ilnya wajib muannats.
2. Fi’il harus dalam bentuk mufrad.
Ini berlaku baik untuk fa’il yang mufrad, tatsniyah,
maupun jamak. Jadi sekalipun fa’ilnya tatsniyah ataupun
jamak, fi’il tetap wajib dalam keadaan mufrad.
3. Fa’il harus dalam keadaan rafa’ (marfu’).
Berikut ini kaidah rafa’ untuk mufrad, tatsniyah, dan Jamak:
RUMUS CEPAT: FIRA DAN FARA ITU MANIS
1." FIRA: FI’il harus mufRAd
2." FARA: FA’il harus RAfa’
3." MANIS: fi’il dan fa’il itu harus saMA jeNIS
loading...
EmoticonEmoticon