4 Tingkatan Orang yang Tersesat


Sayyid Rasyid Ridha di dalam Al-Manar-nya menguraikan penafsiran gurunya Syekh Muhammad Abduh tentang orang yang tersesat, terbagi atas empat tingkat:

1. Orang yang tidak sampai kepadanya dakwah, tetapi hanya didapat dengan pancaindra dan akal, tidak ada tuntunan agama. Meskipun di dalam soal-soal keduniaan mungkin mereka tidak sesat, mereka pasti sesat dalam mencari kelepasan jiwa dan kebahagiaannya di akhirat. Siapa yang tidak menikmati agama tidaklah dia akan merasakan nikmat dari kedua kehidupan itu. Akan berjumpalah bekas kekacauan dan kegoncangan dalam kepercayaannya sehari-hari, diikuti oleh macam-macam bahaya dan krisis yang tidak dapat diatasi. Yang demikian adalah sunnatullah dalam alam ini, yang tidak didapat jalan lain untuk mengelakkannya. Adapun nasib mereka di akhirat kelak, nyatalah bahwa kedudukan mereka tidak sama dengan orang yang memperoleh hidayah dan petunjuk. Mungkin juga diberi maaf oleh Allah karena Rahman dan Rahim-Nya.

2. Orang yang sampai kepada mereka dakwah, atas jalan yang dapat membangun minat pikiran, mereka pun telah mulai tertarik dengan dakwah itu, tetapi sebelum sampai menjadi keimanannya, ajal telah menjemput. Adapun nasib orang-orang seperti ini kelak, menurut pendapat ulama-ulama Madzhab Asy’ari, diharapkan juga mereka mendapat rahmat belas kasihan Tuhan. Abul Hasan Asy’ari sendiri berpendapat demikian. Akan tetapi menurut pendapat jumhur (golongan terbesar) ulama, tidaklah diragukan bahwa persoalan mereka lebih ringan daripada persoalan orang yang mengingkari sama sekali, yakni orang yang tidak percaya akan nikmat akal dan yang lebih senang dalam kejahilan.

3. Orang yang sampai kepada mereka dakwah. Dan, mereka akui dakwah itu, tetapi tidak mereka pergunakan akal untuk berpikir dan menyelidiki dari pokok dakwah tersebut, mereka berpegang teguh juga pada hawa nafsu atau kebiasaan lama, atau menambah-nambah. Inilah tukang-tukang bid’ah tentang aqidah, inilah orang yang iktikadnya telah jauh menyeleweng dari Al-Qur’an dan dari teladan yang ditinggalkan salaf. Inilah yang membawa perpecahan umat.

4. Orang yang sesat dalam beramal atau memutarbalikan hukum dari maksud yang sebenarnya. Seumpama orang yang menghela supaya jangan sampai ia mengeluarkan zakat. Setelah dekat akhir tahun, dipindahkannya kepemilikan harta itu kepada orang lain, misalnya kepada anaknya. Dan setelah lepas masa membayar zakat itu, dengan persetujuan berdua, anak itu menyerahkan pula kembali padanya. Dengan demikian, dia merasa bangga karena merasa telah berhasil mempermainkan Allah, disangkanya Allah bodoh! Kesesatan orang-orang ini timbul dari kepintaran otak, tetapi batinnya kosong dari Iman. Diruntuhkan Agamanya, tetapi dia sendiri hancur.

Sekian ringkasan dari keterangan tentang orang yang sesat, adh-dhaallin menurut pembagian Ustadz Iman Muhammad Abduh. Semoga kita senantiasa diberi petunjuk oleh Allah agar terhindar dari hal-hal yang menyesatkan.
loading...
Previous
Next Post »